potret

potret
sudut desa

Senin, 03 Mei 2010

Sebuah Renungan

Umar Bakri dan Sartono
IST
Uki M Kurdi
Senin, 3 Mei 2010 | 06:20 WITA
 SELAMAT hari Senin. Anggaran pemerintah untuk sektor pendidikan nasional seperti tertuang dalam APBN 2010 sebesar Rp 195,6 triliun. Besaran anggaran ini sama dengan 20 persen dari total APBN.
    
Apakah anggaran itu tergolong besar? Apa hasil yang dicapai dari anggaran sebesar itu? Mohon untuk tidak terburu-buru melakukan justifikasi. Karena pengertian besar dan kecil menyangkut sebuah anggaran, sesungguhnya tergantung dari sejauh mana visi kita.
    
Tiga tahun yang lalu saya ngobrol dengan Bapak H Imdaad Hamid SE, Walikota Balikpapan, di ruang kerja saya di Jl Indrakila Balikpapan. Obrolan itu juga menyinggung soal rencana beliau tentang dunia pendidikan di kota dengan penduduk sekitar 600.000 jiwa ini.
    
Ketika itu, Pak Imdaad baru saja pulang dari melakukan kunjungan ke China. Dan, beliau terkagum-kagum pada bagaimana pemerintah Republik Rakyat China (RRC) memperlakukan para guru dengan sangat baik. Olehkarenanya, kata Pak Imdaad, tidak ada salahnya bila kita meniru mereka.
    
Di negeri dengan penduduk hampir 1,3 miliar orang itu, guru diberi gaji besar dan disediakan berbagai fasilitas lengkap. Pokoknya guru di China daratan tinggal fokus untuk meningkatkan kualitas anak didik. Nasib dan kehidupan ekonomi mereka, pemerintahlah yang menanggung semuanya.
     Sudah dua kali saya pergi ke China.  Apa yang diceritakan Pak Imdaad tentang nasib guru di RRC selalu mengusik saya untuk bisa melihatnya sendiri dengan mata kepalai. Apadaya, dengan dua kesempatan mengunjungi China, saya tak pernah punya kesempatan untuk membuktikan kondisi para guru di China, seperti yang dikagumi Pak Imdaad.
     Tentu kita berharap kiranya langkah-langkah kebijakan Pak Imdaad, dan seluruh kepala daerah kabupaten/kota di seluruh Provinsi Kalimantan Timur, berpihak sepenuhnya kepada dunia pendidikan. Karena provinsi ini masih sangat tergantung pada tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang tentu basisnya adalah pendidikan. Saya sendiri sangat respek pada pemimpin daerah yang visioner menyangkut pembangunan pendidikan.
     Visi yang baik terhadap dunia pendidikan, selain tujuannya terkait dengan terjaminnya kontinuitas pasokan SDM yang berkualitas, tentu pula kita berharap pemerintah daerah di sini juga memperhatikan nasib para guru. Perlakuan pemerintah China yang pernah dilihat oleh Pak Imdaad, bisa saja dijadikan salah satu model untuk diterapkan di sejumlah kabupaten dan kota di Kaltim.
     Sehingga, kita tidak perlu ikutan merasakan betapa pilunya nasib para guru, seperti yang digambarkan oleh Iwan Fals dalam tembangnya berjudul Umar Bakri. "Umar Bakri, Umar Bakri, Banyak ciptakan menteri... Tapi mengapa gaji guru Umar Bakri, seperti dikebiri..."
    
Atau juga pilunya nasib Sartono. Pencipta lagu dan lirik himne guru berjudul "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" ini, adalah sebuah representasi gambaran nyata dari sosok imajiner Umar Bakrinya Iwan Fals.
    
Selama 24 tahun, Sartono, lelaki asal Madiun, Jawa Timur ini,  tetap setia menjadi guru honorer di sebuah SMP swasta. Harapannya untuk bisa diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak pernah kesampaian. Dari menteri berganti menteri pun hanya datang dengan membawa "hadiah"  uang Rp 600.000, bukan surat pengangkatan sebagai PNS.
    
Sartono yang pada tanggal 29 Mei nanti genap berusia 72 tahun, sudah pensiun tahun 2002. Kini, kehidupan sehari-harinya tergantung dari pensiun istrinya yang tak lebih dari dari Rp 1 juta. Sartono sendiri kala masih aktif mengajar, gajinya pada akhir pengabdiannya sebagai guru seni musik cuma Rp 60.000 per bulan.
    
Memang, lelaki muslim yang mengajar di  SMP Kristen Santo Bernadus, Madiun ini, telah menerima berbagai penghargaan. Namun, penghargaan itu kebanyakan berupa piagam saja.  Ironisnya,  himne "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" ciptaannya  selalu dinyanyikan sebagai lagu wajib saat kita memperingati Hari Pendidikan Nasional.
   
 Kemarin, tanggal 2 Mei, kita bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Potret imajinernya Iwan Fals dengan Umar Bakri, dan sosok nyata dari Sartono, adalah sebuah ironi atas nasib yang masih menimpa sejumlah guru kita di negeri ini.
    
Oleh karena itu, kita sangat berharap akan lahirnya sejumlah pemimpin yang punya visi cemerlang dalam dunia pendidikan, namun juga tidak lupa memikirkan nasib para guru.
   
 Karena, rasanya kita ini tidak pantas menjadi bangsa yang hanya memiliki icon "Guru, Engkau Patriot Pahlawan Bangsa Tanpa Tanda Jasa." Kalimat tersebut saya kutip dari lagu "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" gubahan Sartono. Yang, sesungguhnya bisa diartikan sebagai ungkapan kegetiran Sartono atas derita dirinya dan para guru yang bernasib sama yang hingga kini masih bertebaran di seluruh pelosok negeri.
    
Pembaca yang saya hormati. Silakan melanjutkan membaca berita-berita sajian Tribun Kaltim edisi hari ini. Kami berharap kiranya sajian kami dapat memberi manfaat sebesar-besarnya untuk para pembaca.
    
Terkait dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, mohon untuk membiasakan diri memberi apresiasi kepada para guru kita. Karena sesungguhnya agama kita juga mengajarkan kita untuk menghormati para pendidik, guru, dan alim ulama.
     Salam.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar